Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2007 mencapai 6,5 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu. Sumbangan tertinggi pertumbuhan ekonomi yang di luar perkiraan banyak pihak ini berasal dari sektor pertanian sebesar 1,3 persen. Data BPS menunjukkan, tingkat pertumbuhan pertanian naik menjadi 4,3%. Ini mengulangi sejarah bahwa pertumbuhan pertanian mampu di atas 3%. ‘’Dalam sejarah republik, hanya empat kali pertumbuhan pertanian di atas 3%. Biasanya relatif rendah,’’ kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Penghargaan Ketahanan Pangan 2007 di Istana Negara Jakarta, Kamis 15/11).
Besarnya kontribusi sektor pertanian ini mestinya menjadi momentum bagi bangsa ini untuk kembali membangkitkan sektor pertanian. Komitmen Kabinet Indonesia Bersatu yang telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan dalam prioritas pembangunan ekonomi nasional 2005-2009 sebagai kebijakan nasional untuk meletakkan kembali sektor pertanian sebagai sektor andalan perlu terus ditumbuhkembangkan.
Oleh karena itu, kebijakan pembangunan pertanian yang ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi syarat baik secara kuantitas, kualitas dan keberlanjutannya sehingga memiliki daya saing dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau.
Salah satu komoditi yang memiliki prospek yang baik dan menjadi andalan pertanian adalah jagung. Jagung (zea mays) merupakan produk yang diharapkan mampu menjadi primadona, berdaya saing dan harga terjangkau. Jagung sebagai komoditi strategis dan bernilai ekonomis mempunyai peluang yang begitu besar untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Batang dan daun tanaman yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak, sementara yang sudah tua (setelah dipanen) dapat digunakan untuk pupuk hijau atau pupuk kompos. Saat ini dari batang jagung juga banyak dimanfaatkan untuk membuat kertas. Buah jagung yang masih muda banyak digunakan sebagai bahan sayuran, pergedel, bakwan dan sebagainya. Kegunaan lain jagung adalah sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, sebagai bahan baku industri farmasi, dextrin termasuk untuk perekat dan industri tekstil, minyak serta ethanol.
Dengan begitu besarnya manfaat dan kebutuhan terhadap jagung nasional, maka diperlukan upaya percepatan swasembada jagung menjadi penting untuk dibicarakan. Tekad swasembada jagung sangat logis karena berdasarkan catatan Dirjen Tanaman Pangan Deptan (2006), potensi areal pengembangan jagung masih tersedia cukup luas yaitu sekitar 20,5 juta ha, sedangkan luas pertanian jagung saat ini baru mencapai 3,6 juta ha. Ini berarti, masih ada 77,56% lahan yang belum diproduktifikan untuk menanam jagung.
Upaya Percepatan
Bila melihat perkembangan produksi jagung selama kurun waktu 40 tahun (1969-2007), maka terlihat jelas bahwa Luas Panen Jagung hanya bertambah 230.638 Ha atau meningkat 7,16%. Akan tetapi produktifitasnya terjadi peningkatan. dari 3.310.000 ton menjadi 12.381.561 ton atau meningkat sebesar 274,07 %.
Peningkatan produktifitas terjadi karena adanya perbaikan teknologi di tingkat petani dan peningkatan produktifitas potensial dari setiap varietas. Peningkatan produktifitas jagung telah diupayakan melalui tiga aspek pendekatan yaitu: 1) Penggunaan hibrida, 2) Optimalisasi Pemanfaatan Lahan (OPL) dan 3) Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Berdasarkan Angka Ramalan II BPS, pada tahun 2007 realisasi produksi mencapai 12.381.561 ton. Artinya, kita memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional sebesar 98,88% dari 12.522.000 ton kebutuhan nasional. Sehingga diharapkan mampu mengurangi impor jagung yang cukup besar selama ini khususnya bagi pengembangan industri pakan ternak. Sehingga dengan tingkat produktifitas yang sama, ketika terjadi perluasan areal tanam, maka hasil produksi akan jauh melampaui kebutuhan nasional. Sehingga kelebihan hasil produksi ini dapat kita ekspor.
Upaya percepatan swasembada jagung ini dapat terwujud dengan mengoptimalkan faktor berikut. Pertama, meningkatkan gairah petani jagung. Penggunaan lahan tanam yang cenderung tidak meningkat, menjadi penting untuk mengekplorasi berbagai penyebabnya. Karena saat ini, petani mudah mengalihkan komoditinya kepada yang lainnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh musim. Jagung biasanya ditanam pada musim penghujan. Disamping itu, harga jagung berfluktuatif. Ketika terjadi panen raya jagung harga cenderung turun secara drastis.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu menfasilitasi saluran irigasinya memadai sehingga mampu memenuhi kebutuhan air tanaman jagung. Sehingga petani jagung mampu meningkatkan produksi jagung pada bulan April – September yang selama ini tehambat karena kondisi musim.
Terkait dengan fluktuasi harga, maka pemerintah bersama swasta dapat menfasilitasi berdirinya silo sebagai tempat penyimpanan jagung. Sehingga mampu menstabilkan harga serta memenuhi kebutuhan jagung pada bulan non panen raya. Silo ini menjadi penting dibangun khususnya di daerah-daerah yang saat ini sudah mampu menjadi sentra produksi jagung.
Kedua, memperkuat kelembagaan petani. Kelembagaan petani berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan kapasitas petani, memperkuat akses modal serta menjalin kemitraan. Sehingga para petani tidak menjual secara sendiri-sendiri. Pendapatan mereka akan meningkat tatkala hasilnya dijual secara massal. Sebagaimana kita ketahui bahwa jagung digunakan untuk food dan feed yang seifatnya massal. Kelembagaan petani dapat diperkuat dengan melakukan proses pendampingan dan kemitraan.
Dengan demikian sektor pertanian bukan hanya sekadar mengulang sejarah keberhasilan masa lalu, tetapi dapat diandalkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.