oleh Efri S. Bahri, SE.Ak
Perbankan syariah harus mampu meningkatkan ketahanan organisasi, seiring dengan peningkatan beban amanah yang hrus dipikul.
Perkembangan perbankan syariah menunjukkan perkembangan yang siqnifikan. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan nilai aset perbankan syariah yang nilainya telah mencapai Rp 4,78 triliun. Sementara dana pihak ketiga mencapai Rp 3,4 triliun dengan pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah telah mencapai Rp3,86 triliun. Peningkatan ini, sebagaimana dikatakan Deputi Bank Indonesia, Maulana (Republika 25/6 2003), menunjukkan terjadinya peningkatan untuk jumlah aset sebesar 18,22 persen, dana pihak ketiga sebesar 16,66 persen, dan pembiayaan yang disalurkan 17,73 persen dibandingkan terhadap posisi masing-masing di akhir tahun 2002.
Peningkatan nilai aset perbankan syariah ini dipengaruhi banyak faktor. Pertama, terjadinya peningkatan modal. Peningkatan modal merupakan cerminan adanya kepercayaan para pemodal terhadap prospek perbankan syariah.
Kedua, naiknya jumlah tabungan nasabah. Kenaikan ini juga tidak lepas dari keinginan dan kepercayaan umat muslim di Indonesia untuk menitipkan uangnya pada lembaga yang sesuai dengan syariah. Disisi lain, bagi nasabah terdapat kenikmatan dan ketentraman tersendiri dengan manaroh dana di bank syariah. Hal ini sangat wajar karena implementasi konsep perbankan syariah melalui tahapan yang cukup panjang.
Ketiga, naiknya perolehan laba. Sesuai dengan prinsip-prinsipnya, perbankan syariah menganggap nasabah pembiayaannya sebagai mitra. Dimana terdapat pembagian peran untuk mensukseskan bisnis yang dibiayai. Sehingga resiko-resiko kegagalan dalam usaha mitra tidak hanya menjadi tanggungjawab mitra. Perbankan syariah juga ikut proaktif dalam membantu usaha mitra. Sehingga diharapkan tingkat kemacetan dapat ditekan seminimum mungkin. Dengan demikian sehingga perolehan laba pun dapat dicapai secara maksimal.
Institusional Building
Dengan terjadinya peningkatan di atas, perbankan syariah mesti mampu untuk memiliki ketahanan organisasi. Hal ini menjadi penting, karena ketika animo dan kepercayaan masyarakat meningkat, maka perbankan syariah secara organisasi harus memiliki ketahanan. Hal ini seiring dengan peningkatan beban amanah yang dipikul. Kalau hal ini tidak bisa diimbangi, maka nasib perbankan syariah juga bisa terjadi sebagaimana halnya yang telah melanda perbankan konvensional.
Salah satu cara untuk mewujudkan ketahan perbankan syariah adalah dengan menerapkan istitusional building. Istitusional building adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperkokoh organisasi dengan mengandalkan kekuatan baik dari dalam maupun dari luar organisasi.
Istitusional building perbankan syariah dapat dicapai melalui tahapan proses sebagai berikut. Pertama, merumuskan visi dan misi organisasi. Visi perbankan syariah menunjukkan suatu pernyataan yang menjelaskan tentang keadaan yang terjadi jika semua dapat berjalan dengan baik. Sedangkan misi perbankan syariah adalah pernyataan tujuan yang menjelaskan mengapa kita harus berusaha. Agar visi dan misi organisasi dapat diukur keberhasilannya, maka perbankan syariah juga mesti menetapkan indikator-indikator keberhasilanya.
Keberhasilan pencapaian visi dan misi perbankan syariah dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Kekuatan internal antara lain komitmen seluruh elemen dalam organisasi terhadap visi dan misi yang telah disepakati. Organisasi tanpa visi dan misi yang jelas akan terombang ambing oleh lingkungan. Sebaliknya, organisasi yang memiliki visi dan misi yang jelas akan mampu memberikan arti kepada lingkungannya. Sedangkan kekuatan eksternal adalah segala sumberdaya yang ada disekitar perbankan syariah mulai dari nasabah, mitra pembiayaan, pengambil kebijakan, mitra industri, dll.
Pengalaman empirik menunjukkan bahwa pada organisasi yang istiqomah terhadap visi dan misinya tidak terlalu terpengaruh pada turn over personalianya. Tentu saja, perlu dipenuhi prasyaratnya yaitu mesti memiliki tim inti yang akan ‘menggawangi’ visi dan misi organisasi tersebut. Tim inti inilah yang diharapkan akan menjadi nahkoda yang mengantarkan organisasi pada visi dan misinya.
Kedua, adanya standard operational procedure (SOP). SOP yang baik adalah yang memberikan ruang terhadap inovasi, jaminan atas carier planning sertra prosedur administrasi yang jelas. Sehingga setiap orang yang masuk dalam sistem perbankan syariah ini merasakan kanyamanan. Dengan adanya kenyamanan setiap orang akan berusaha memberikan yang terbaik bagi kemajuan organisasinya.
Ketiga, pemilihan segmentasi pasar. Dengan perkembangan yang terjadi sekarang ini perbankan syariah harus mampu menetapkan pilihannya untuk fokus para produk tertentu. Produk yang dihasilakan mesti spesifik dan punya keunggulan sendiri, baik dari sisi kemudahan layanan, kecepatan prosesnya maupun daya manfaat bagi nasabahnya. Sehingga image produk yang diluncurkan itu terpatri di masyarakat.
Dengan adanya institutional building diharapkan perbankan syariah benar-benar exist. Sehingga mampu menjadi solusi atas kelesuan dan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Jangan sampai momen era ekonomi syariah sekarang menjadi terlewatkan.
Dimuat di Republika, Senin 25 Agustus 2003