Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) berencana menggabungkan 15 unit usaha syariah (UUS) milik BPD. Penggabungan ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah bank syariah bermodal besar. (Investor Daily Indonesia, 1/10/2014). Upaya penggabungan ini terkait dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/2009 (sebelumnya adalah Peraturan Bank Indonesia/PBI) tentang Unit Usaha Syariah yang menyatakan bahwa bank umum konvensional harus memisahkan diri dari UUS-nya paling lambat 2023. Diharapkan dengan adanya penggabungan atau merger akan mampu daya saing perbankan syariah.
Selain itu, jika ini tidak dilakukan, maka izin UUS bank tersebut terancam dicabut. Padahal, untuk melakukan spin-off, setidaknya bank memiliki modal disetor Rp 500 miliar. Apalagi, modal tersebut wajib ditingkatkan secara bertahap menjadi paling sedikit Rp 1 triliun. Itu harus sudah dipenuhi paling lambat 10 tahun setelah penerbitan izin BUS. (jpnn.com, 1/5/2014)
Adanya wacana merger ini perlu disambut baik, pertanyaannya adalah sejauh mana pilihan ini bisa efektif di dalam mendorong lahirnya perbankan syariah yang berdaya saing. Apalagi terkait dengan penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk sektor keungan yang akan dibuka pada tahun 2020. Artinya, menghadapi tantangan ini Indonesia harus melakukan langkah-langkah antisipasi dan tidak menunggu.
Sebagaimana dikatakan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulya Siregar bahwa konsolidasi dan penggabungan bank memang perlu dilakukan untuk menghadapi MEA. Menurut Mulya, apabila tidak dilakukan, pasar Indonesia akan diambil oleh investor asing yang datang. Bahkan, konsolidasi ini harusnya dilakukan pada bank syariah dan konvensional. (Investor Daily Indonesia, 1/10/2014).
Namun, kita jangan lupa bahwa sebelum gagasan merger UUS BPD, juga ada gagasan membuat BUMN Syariah. Ide ini seakan timbul tenggelam. Padahal, kalau BUMN Syariah ini ada, maka merger UUS ini bisa diselerasakan. Bahkan, sesungguhnya apabila pemerintah sungguh-sungguh, cukup dengan melakukan konversi terhadap salah satu BUMN Bank Konvensionl menjadi Bank Syariah, dimana UUS BPD bisa bergabung di dalamnya. Sehingga persoalan permoalan, sumber daya manusia dan teknologi akan terjawab.
Terkait rencana pendirian BUM Perbankan Syariah ini, Mulya E. Siregar, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK telah meminta pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk serius mewujudkan rencana mendirikan bank BUMN Syariah. Keberadaannya dinilai penting, lantaran perbankan syariah harus mampu bersaing dengan perbankan asing yang akan masuk ke Indonesia. Kondisinya, pemerintah belum sungguh-sungguh mengambil langkah konkret dalam mewujudkan bank BUMN Syariah yang sebelumnya sudah direncanakan. (Harian Kontan, 1/10/2014)
Pemerintah seharusnya mengambil pelajaran dari berbagai krisis ekonomi yang telah melanda unia. Dalam beberapa tahun belakangan ini, dunia telah mengalami beberapa kali guncangan krisis ekonomi. Berdasarkan Meera (2004), ada tiga instrumen utama yang berperan penting pada sistem ekonomi global saat ini. Akan tetapi, ketiga instrumen tersebut juga merupakan akar penyebab kehancuran ekonomi dunia, yaitu fiat money, suku bunga, dan fractional reserve banking. Ketiga unsur ini telah menyebabkan ketidakstabilan dalam perekonomian. Secara teori dan ekometrik, tiga instrumen moneter tersebut terbukti memiliki andil yang sangat besar pada, krisis ekonomi yang terjadi. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah sebagai ulil amri memiliki kebijakan untuk meminimalisir dampak buruk dari ketiga instrumen tersebut, diantaranya dengan mengimplementasikan riil money, penghapusan sistem riba, dan penerapan Islamic public banking melalui pendirian bank BUMN syariah. (Republika, 25/9/2014)
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan ada dua cara untuk mewujudkan kekuatan besar perbankan syariah. Yakni bank syariah kumpul jadi satu dan merger menjadi bank syariah yang kuat. Cara kedua, kata Dahlan, dengan pemberian modal tambahan dari holding perbankan tersebut. (merdeka.com, 18/9/2014)
Sebelumnya, sebagaimana dikutip okezone.com (10 April 2013), Dahlan melihat bahwa perbankan syariah merupakan pangsa pasar yang tengah berkembang pesat. Dia menginginkan agar sektor ini juga dipegang oleh bank-bank BUMN. Saat ini, sudah ada beberapa bank-bank BUMN yang mempunyai perbankan syariah. Mereka adalah Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah, dan BNI Syariah. Sampai saat ini, pihaknya telah membentuk tim pengembangan bank syariah dan hasilnya akan keluar tiga bulan ke depan. Tim ini berasal dari pihak kementerian. Kami belum mengusulkan ke Bank Indonesia.
Waktu tiga bulan dari April hingga saat ini sudah lebih dari tiga bulan. Belum ada tanda-tanda BUMN Syariah akan dilahirkan. Padahal Kebinet Indonesia Bersatu tinggal menghitung hari. Tentu kita harus optimis, dimasa mendatang kebutuhan terhadap adanya BUMN Syariah ini akan terealisir dengan adanya dorongan dari berbagai pihak, baik praktisi, akademisi, legislatif, pemerintah dan publik. Karena instrumen ini akan menjadi penyelamat perekonomian nasional dari terpaan krisis ekonomi yang tidak mengenal waktu dan tempat. Wallahua’lam.
@Penulis adalah Efri Syamsul Bahri, Peneliti STEI SEBI dan Sekjen DPP FPBN.
Tulisan dimuat di http://www.sumbaronline.com/, Selasa, 07 Oktober 2014