ADA angin segar ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) yang dilakukan di lapangan silang Monumen Nasional (Monas), Ahad (17/11). Presiden SBY secara jelas menyatakan bahwa kita ingin menjadikan negeri kita sebagai pusat keuangan syariah dunia sekaligus terintegrasi dengan sistem internasional berbasis syariah. Inilah esensi dari perwujudan islam sebagai rahmatan lil alami.
Walaupun disadari, sebagaimana yang ditulis Taufik R. Syam dalam tulisannya berjudul Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES): Sebuah Tinjauan Singkat Tentang Materi KHES dan Positvisasi Hukum Islam di Indonesia, bawah geliat sistem ekonomi Islam di Indonesia bisa dikatakan sedikit terlambat dibanding negara-negara muslim lainnya.
Dikatakan, sekitar tahun 90-an, instrument perbankan syari’ah muncul di Indonesia dengan Bank Muamalat sebagai Bank Islam pertama. Padahal di negara jiran seperti malaysia, tahun-tahun tersebut sudah menunjukan perkembangan perbankan Islam yang cukup memuaskan.
Setelah keberadaan Bank Muamalat yang cukup prospektif di kancah perekonomian nasional terutama setelah terbukti Bank Muamalat tahan terhadap krisis sekitar tahun 1998, kemudian disusul oleh Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) lainnya seperti BPRS, maupun lembaga keuangan mikro syari’ah.
Namun, perkembangan mutakhir menunjukkan terjadinya perkembangan yang begitu pesat. Hal ini sebagaimana diakui praktisi ekonomi syariah Agustianto bahwa perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia demikian cepat, khususnya perbankan, asuransi dan pasar modal.
Jika pada tahun 1990-an jumlah kantor layanan perbankan syariah masih belasan, maka tahun 2000an, jumlah kantor pelayanan lembaga keuangan syariah itu melebihi enam ratusan yang tersebar di seluruh Indonesia. Asset perbankan syari’ah ketika itu belum mencapai Rp 1 triliun, maka saat ini assetnya lebih dari Rp 22 triliun.
Lembaga asuransi syariah pada tahun 1994 hanya dua buah yakni Asuransi Takaful Keluarga dan Takaful Umum, kini telah berjumlah 34 lembaga asuransi syariah (Data AASI 2006). Demikian pula obligasi syariah tumbuh pesat mengimbangi asuransi dan perbankan syariah.
Perkembangan yang begitu cepat ini bak gayung bersambut. Dan tentu diluncurkannya GRES patut kita syukuri. Dan tekat ini perlu ditindaklanjuti agar GRES ini bisa lebih membumi dan efektif di dalam membangun perekonomian bangsa Indonesia, regional dan global. Jangan sampai kesempatan yang terbuka seperti saat ini kehilangan momentumnya.
Dengan perkembangan ekonomi syariah yang terus tumbuh dan berkembang, maka tugas dan tanggung jawab stakeholders ekonomi syariah perlu ditunaikan. Bahkan, tekad ini perlu diurai dalam tataran strategis dan praktis. Dalam tataran strategis pemerintah bersama legislatif perlu mendorong dan memperkuat regulasi ekonomi syariah. Sehingga dalam tataran praktis terjadi peningkatan baik jumlah maupun kualitas transaksi ekonomi syariah.
Menurut Prof. Firmanzah, Ph.D, Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, perkembangan ekonomi syariah nasional tercermin dari pertumbuhan aktivitas di sektor perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah dan pengelolaan zakat.
Bahkan menurut Firmanzah, mengutip data Bank Indonesia, hingga akhir 2012 terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS), dan 156 BPRS dengan jaringan kantor sebanyak 2.574 lokasi atau tumbuh sebesar 25,31%. Pembiayaan perbankan syariah hingga akhir 2012 menunjukkan peningkatan pada pembiayaan modal kerja usaha yang mayoritas atau sekitar 60% disalurkan pada usaha mikro dan kecil.
Selain itu, BI juga mencatat bahwa perkembangan lembaga keuangan mikro syariah baik bank dan non bank menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan rata-rata pertumbuhan di kisaran 30% baik pembiayaan maupun berdasarkan asetnya.
Dilihat dari orientasi penggunaan pembiayaan, mayoritas pembiayaan yang disalurkan BPR Syariah didominasi oleh pembiayaan untuk modal kerja lebih 50% dibandingkan pembiayaan untuk konsumsi (35%) atau investasi (10%). Sementara jika dilihat berdasarkan skala usaha dan sektor usaha debitur, mayoritas debitur BPR Syariah adalah usaha skala mikro, kecil, dan menengah.
Hingga Juni 2013 sebanyak 58.93% dari portofolio pembiayaan BPR Syariah adalah pembiayaan untuk debitur UMKM dan sisanya adalah pembiayaan untuk debitur non-UMKM.
Maka, ketika kita mengamati berbagai indikator perkembangan ekonomi syariah tentu kita optimis kedepan Indonesia akan menjadi kiblat ekonomi syariah. Hal ini akan menjadi kenyataan apabila GRES mampu mensinergikan potensi-potensi yang ada di masyarakat termasuk dalam hal ini adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan ekonomi syariah. Karena bagaimanapun, potensi yang begitu besar harus dikelola oleh sumberdaya manusia yang memiliki kapasitas dan integritas.
*) Penulis adalah Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ekonomi Syariah (STEI) SEBI, Sawangan Depok Jawa Barat. E-mail: efrisb@gmail.com – See more at: http://www.sumbaronline.com/berita-17522-membumikan-gerakan-ekonomi-syariah.html#sthash.sYDpOY6X.dpuf. Dimuat pada tanggal hari Sabtu, 30 November 2013 – 06:20:40 WIB