Jakarta (29/3/2011) — Menteri Agama RI Suryadharma Ali dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI (28/3) menyampaikan bahwa menindaklanjuti surat DPR-RI Nomor: LG.01.04/2653/DPR-RI/III/2011 tanggal 23 Maret 2011, Presiden RI menugaskan Menteri Agama, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri melalui surat Nomor R.76/Pres/09/2010 tanggal 29 September 2010 dan surat Nomor 101/Pres/12/2010 tanggal 17 Desember 2010, untuk mewakili Pemerintah membahas RUU Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh (RUU PZIS) sebagai Revisi atas Undang-Undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Secara substansi, menurut Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding berdasarkan hasil pemetaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) ada 222 DIM yang terdiri dari tetap 32, 52 perubahan substansi, 11 perubahan redaksional, 47 DIM dihapus, 80 DIM baru usulan baru pemerintah. Dengan pemetaan DIM, DIM tetap bisa ditetapkan, selanjutnya 190 DIM yang dibahas oleh panja, tim perumus dan tim sinkronisasi. Ada 11 DIM diserahkan ke Timus, 52 DIM akan diserahkan pembahasan pada Panja dan sisannya.
Kondisi yang ada saat ini menunjukkan bahwa Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yang dikelola masyarakat semakin berkembang karena adanya TRUST yang didukung oleh prinsip akuntabiltas, transparan dan amanah. Kemudian, berdasarkan kajian Asian Development Bank (ADB) potensi zakat di Indonesia mencapai Rp100 triliun. Sedangkan Penghimpunan yang berhasil dilakukan BAZNAS yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 8 tahun 2001, tanggal 17 Januari 2001.: 2007 (Rp450 miliar), 2008 (Rp920 miliar), 2009 (1,2 triliun) dan 2010 (Rp1,5 triliun).
Hal ini menunjukkan adanya gap antara potensi zakat sebesar 100 triliun dengan yang berhasil dihimpun 1,5 triliun atau baru 1,5% dari potensinya. Jadi, Revisi Undang-Undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat adalah dalam upaya mengoptimalkan penghimpunan dana serta menata LPZ agar bisa semakin berdaya.
Banyak usulan yang muncul kepermukaan agar kedua hal itu tercapai, diantaranya: mewujudkan instrumen zakat sebagai pengurang pajak, menjadikan BAZNAS sebagai Badan regulator, menjadikan BAZNAS sebagai sentral pengelolaan zakat, dll. Berbagai usulan ini bisa mengerucut pada satu titik apabila kelangan praktisi zakat dan pemerintah mempunyai mainstreem yang sama dan saling memberi dukungan. Sehingga antara LPZ yang dikelola pemerintah dan masyarakat bisa semakin bahu membahu untuk memberdayakan ummat melalui instrumen zakat. Berbagai regulasi pun yang lahir, kalau antar stakeholder zakat belum bisa bersinergi, maka masih sulit menjadikan LPZ sebagai andalan dalam pemberdayaan ummat.